Lalu aku bisa apa ? mengutuk tiap butir yang jatuh sementara banyak orang bersyukur ?
Aku mencintai hujan seperti aku mencintai langit.
Hening damai berjalan bersamanyalah menyatukan hati yang mulai rapuh, segera mati.
Aku masih menunggu, kuharap kau tau.
Aku masih seperti dulu, menatap langit biru di Jumat siang bersamamu, tanpa suara.
Tapi aku tak mampu menjadi pasti sampai kapan kuat menanti.
Beri aku jawaban teguh dan tangguh untuk jiwaku, untuk hati yang masih tertuju padamu.
Langit hitam, malam ini..
Aku tak mampu menatap bulan yang tak ada, aku juga tak berniat mencari, dia jelas tidak akan muncul kali ini.
Tapi kau bukan bulan, bukan juga serigala jadi-jadian yang muncul saat malam.
Kau adalah hati, yang menjadi alasanku masih menanti..
Aku benci tiap kali harus menangis, kadang menahan sesak dalam dada karena sudah tak berjumpa atau sekedar menyapa.
Aku bukan pecinta sakit, penggila kepiluan, atau kesatria dalam tiap luka.
terkadang dalam asa muncul aba-aba,
ya, aku lebih memilih sakit daripada tidak merasakan apapun.
Ini sejenis masokis ?
aku mulai jadi orang melankolis.
kepada langit hitam,
datanglah, sebelum aku benar-benar mati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar