seorang sahabat akhirnya berdiskusi tentang kuesioner penelitian skripsinya ke aku. dan seperti biasa, berakhir dengan obrolan absurd.
Sampai namamu muncul di layar ponselku.
Salam dari suaramu yang jauh disana akhirnya bisa kudengar lagi setelah hampir sebulan kita tidak bicara.
Banyak hal yang kita ceritakan, laksana teman lama yang baru saja mendapatkan nomor kontak.
Kau tanyakan rencanaku untuk datang ke pulau tempatmu sekarang, dengan akomodasi ditanggung penuh.
Tapi harus bagaimana, skripsiku saja belum selesai, tidaklah bisa kubuat janji untukmu kita bisa menyaksikan senja di pantai.
sebuah penggalan percakapan yang mampu membuatku terdiam, muncul setelahnya.
"Kalau segala urusan udah selesai, segera beri tau ya, kan harus ada perencanaan biar lebih mudah, dan tiket kan harus disesuaikan, semoga harganya gak melambung ya,"
"Kalau tidak ada biaya, jangan dipaksa,"
"Kalau sekarang memang tidak ada, tapi insyaallah nanti saat skripsimu selesai, sudah ada. Lagi pula, aku baru beli kendaraan, jadi ya uangnya sudah habis"
"Habis berapa untuk itu?"
"21 juta."
"Kamu habiskan uang sebanyak itu untuk kendaraan tapi tidak untuk tiket?"
"Itu dari tabunganku,"
"Kamu menguras tabungan hanya untuk sebuah kendaraan? Parah"
"Itu dari uang 30 juta yang mau aku pakai untuk melamar kamu, dulu."
"Ha? melamar?"
"Iya, kamu inget gak? dulu aku pernah minta kamu nanyain ke mamamu, berapa mahar yang dia mau kalau aku mau melamar kamu. Waktu itu beliau jawab 30 juta, kamu inget?"
"Iya,"
"Sejak hari itu, kalau tidak salah, itu ulang tahun hubungan kita yang ke tujuh tahun. Aku mulai rajin nabung, dan ngurangin belanja hal yang gak penting. Buatku gak masalah, yang penting, nanti bisa sama-sama kamu."
"Dan ternyata uang itu sudah kamu siapkan, tinggal sedikit lagi kan?"
"Iya, dari kesemuanya, hanya meminta izin dari ayahmu saja yang belum kulakukan. Tapi kamu sudah minta pisah, dan tabungan itu tidak pernah kusentuh sampai aku pulang ke kampung dan membelanjakan ibuku segala keperluannya,"
"Astaghfirullah, padahal tinggal sedikit lagi, kan. Ya Allah..."
"Hmm, ya mau bagaimana lagi, mahar sudah kusiapkan, tapi aku masih belum berani bertemu langsung dan minta izin ayahmu, tapi ya sudahlah. Toh sekarang uangnya juga udah habis."
"Tunggu, kan kamu bisa pakai itu untuk melamar pacarmu yang sekarang,"
"Enggak semudah itu, aku masih belum yakin. Sama kamu aja, perlu waktu tujuh tahun sampai aku benar-benar yakin untuk menikah sama kamu, orang yang bawa aku ke jalan kebaikan. Apa lagi dengan dia yang baru sekian bulan dan tidak mengerti banyak tentang aku."
Dan akhirnya, aku hanya bisa diam mendengarmu bicara dan menghela nafas.
Usahamu sudah begitu dekat, tapi kalau memang tidak jodoh, ya tidak akan jadi juga, berapapun mahar yang sudah disiapkan.
Semoga di jalanmu ke depan, kau bisa lebih berani, Hati.