Aku sudah lupa, sampai dia yang bilang. Aku pun tidak memiliki alasan yang pantas untuk mengingatnya.
Tapi kau tau? aku masih ingat, dengan jelas.
Sejelas matahari yang akan muncul esok pagi.
Hari ini setahun yang lalu, 11 Februari 2012.
Bersama Philo dan Ikari, sebuah perjalanan dengan kereta api kami lakukan, mendadak.
Karena kadang, hal yang direncanakan justru gagal sebelum pelaksanaan.
Jam sebelas siang hari itu, sebelum tiket dibeli, sebuah kenyataan harus kuterima.
Sebuah kenyataan bahwa aku lelah, lelah menggapai kita seorang diri. Lelah terus berjuang mencapai mimpi yang dari dulu bersama kita bingkai untuk masa depan. Lelah jika harus berlari seorang diri, sedangkan kau diam, tak bicara atau bergerak sekalipun.
Sebuah keputusan yang kuambil, bahwa tak kan ada lagi kita, dalam aku padamu.
Hari ini, setahun yang lalu. Senja begitu indah. Garis emas memanjang, melengkung dengan jelas.
Sore itu, kuteguhkan hatiku, harus berpisah darimu.
dan sore itu juga, aku tahu, kau memang tak pernah berjuang untukku, atau masa depan kita.
Tak sekalipun kau bertanya, mengapa, atau apa yang terjadi sebenarnya.
Kau mengiyakan, dengan makianmu sehari setelahnya.
Kau tak pernah bertanya bagaimana aku, kenapa sekarang, kau hanya memaki dan terus memaki, tanpa sedikitpun kau cari mengapa ada pisah ini.
Hari ini, setelah setahun tanpamu, belum ada orang yang terikat padaku.
Bukan, bukan aku masih mencintaimu, mungkin tak pantas rasanya kupaksakan perasaanku padanya. Dia yang membuatku kembali tertawa setelah menangis karenamu.
Hari ini, setelah setahun berpisah darimu, seandainya Tuhan memberiku kesempatan kembali pada masa sembilan tahun lalu dan mengenalmu, kemudian kembali menjadi kekasihmu hingga tahun ke tujuh, maka dengan tegas, aku akan meminta Tuhan menarik kesempatan itu.
Karena kau tau? tak ada yang perlu diulang dari kita. Karena aku akan dua kali lelahnya dari yang sudah.
Hari ini, setahun yang lalu, aku ingin katakan padamu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar