the hardest part of an ending is starting again.
Hell yeah,, hal yang paling sulit untuk dilakukan adalah memulainya.
seenggaknya itu yang dibilang ama om-om macho di linkin park.
tapi aku gak mau ngomongin linkin park.
Itu hanyalah permulaan untuk memulai nulis note ini.
well, seiring berkembangnya bulu mata syahrini yang makin teduh aja, dan yuni shara dan rafi ahmad yang udah putus. Hal ini memancing keinginanku untuk nulis tentang kawan.
yah, kawan..
#gak nyambung ?
#biarin
Berawal dari kepulihan sakitku dari infeksi saluran pernafasan yang bikin suaraku makin seksi, akhirnya aku bisa kembali menjejakkan kaki mungilku ini (plis, jangan komplain) ke kampus tercinta.
Sabtu lalu tepatnya, kembali berbincang dengan seorang sahabat, sebut saja namanya Bunga (lho ?). Dia lalu bercerita tentang hal yang kulewatkan selama absen ngampus.
Ada banyak hal yang terlewatkan nampaknya.
Tapi hal yang membuatku tertegun adalah, saat dia berucap ada sebuah perubahan pada diri seorang sahabat, yang dia sendiri gak tau sebab pastinya apa.
Perubahan,
sejatinya perubahanlah yang abadi di bumi Tuhan ini.
Tapi, yang beda adalah, sesiap apakah kita menerima tiap perubahan yang muncul.
sedewasa apa kita bisa tanggapi perubahan itu.
Bagiku, persahabatan adalah penerimaan.
Menerima segala hal yang ada. Kekurangan serta kelebihan, termasuk kelebihan berat badan. (mulai curhat).
Flashback pada saat pertama aku tau apa itu berkawan.
waktu kecil, kawanku adalah orang sebelah rumah yang ngawani aku main boneka atau masak-masakkan.
aku berkawan sama dia, dia berkawan sama aku.
sederhana.
Sampai akhirnya aku mulai menemukan suatu hal yang kuanggap penting.
menerima orang lain yang belum kukenal untuk menjadi kawanku.
menerima, ya, menerima kehadiran orang baru dalam buku hidupku.
Aku ingat waktu itu aku masih kelas 1 SD.
Sebagai anak baru, pastinya lah ya, kerjanya itu cari kawan.
tapi satu hal yang beda dalam hal ini adalah, aku menemukan sahabatku.
Waktu itu pelajaran bahasa Indonesia.
guruku nyuruh kami kedepan kelas satu persatu untuk nulis kata yang beliau sebutkan.
Bagi yang gak bisa, hukumannya adalah berdiri di depan kelas, dan hanya boleh duduk kalau ada kawan yang milih untuk narik kuping kita atau dikenal dengan istilah: menjewer kuping.
Waktu itu, secara naas banyak kawan-kawanku yang jadi korban keganasan kata-kata si guru.
Maka jadilah depan kelas dipenuhi oleh murid-murid kelas 1 dengan berbagai pita di kepala, gigi yang masih belum tumbuh sempurna, kuku yang hitam dan panjang, dan keadaan sadis lainnya.
Then, giliranku untuk nulis, aku ingat waktu itu aku kebagian nulis kata > "pisang ambon"
gak susah, maka jadilah aku milih salah satu kawan untuk dijewer dan dia bisa duduk lagi.
Sebagai anak yang cukup terkkenal pada masa itu (haaalaaahhh), maka banyak kawanku yang manggil dan minta dijewer.. (demi Tuhan, kalo itu terjadi di jaman sekarang, entah apa jadinya kuping mereka kubuat).
waktu itu aku milih seorang cewek.
mukanya imut, giginya masih hitam korban keganasan permen anak SD. Rambutnya dikuncir dua, senyumnya ramah, dan yang jelas, aku sama dia gak saling kenal.
Dan dialah, yang sampai detik ini menjadi seorang sahabat di buku hidupku.
Seorang perempuan cantik, perhatian, cerdas, cerewet, dan masih aja jomblo.
seorang sahabat yang mampu membuatku menghabiskan waktu berjam-jam di pameran dan nungguin dia beli komik.
She's my Martin Ricca's girl..
(males ah sebut nama).:p
itu adalah saat pertama aku menerima seorang yang baru.
Dan itu berulang terus, sampai sekarang.
Penerimaan tiap sifat dan kebiasaan aneh dari mereka.
sebuah media pembelajaran.
aku pernah menemukan seorang teman yang dengan mudah mengatakan : "aku gak punya sahabat. untuk apa ? walaupun aku sekarang cerita banyak sama kalian, kalian tetap bukan sahabtaku".
sebuah kalimat yang membuatku berpikir, heh ? lo serius ? udah cerita panjang kali lebar tentang seluk kehidupanmu, dan kau gak nganggap kami sahabat ? oh gitu ? cukup tau aja.u
ada banyak hal yang bikin kita bersahabat.
aku sih ngerangkumnya dalam dua hal : karena persamaan dan perbedaan yang ada.
Persamaan, jelas kan ya, orang umumnya akan ngerasa lebih nyaman sama orang yang satu suku, satu prinsip, satu kelamin, satu agama. dan satu satu lainnya.
tapi dari itu semua, perbedaan juga ngasih kita celah, ya, celah dalam sebuah hubungan bahwa dibalik tiap kesamaan yang mempersatukan, ada perbedaan yang membuat kita satu.
itulah penerimaan berkerja,
tapi lebih dari itu, things I call friendship, mestinya dikaji lebih lagi oleh mereka yang merasa punya sahabat.
apakah mereka cukup menerima apa yang dimiliki sahabatnya ?
apakah mereka cukup diterima oleh sahabatnya ?
apakah mereka mampu mengungkapkan ketidak terimaan mereka tanpa takut menyakiti ?
bagiku, dalam sebuah persahabatan, saling mendengarkan, saling berbicara, berkomunikasi menjadi pilar yang paling andil di dalamnya.
pernah gak nanya ama diri sendiri, apa sikapku bisa menyakiti sahabatku ?
karena terkadang ada kawan yang over permisif, maksudnya orang yang selalu mendiamkan atau membiarkan tiap hal terjadi. Di satu sisi, kawan yang satu merasa sah sah aja, di satu sisi kawan yang satunya gak nyaman tapi malah disimpan sendiri.
maka, bicarakan tiap masalah yang mengganggu, dengarkan tiap keluhan. Selesaikan.
Terkadang ada juga kawan yang seperti kupu-kupu.
Hinggap disana-sini.
Di satu sisi, ini nunjukin kalau dia bisa beradaptasi dengan bermacam-macam orang.
tapi, bukankah kemana pun berjalan harus berhenti ?
temukan tujuan.
Boleh aja menikmati perjalanan, menikmati tiap proses yang ada. Tapi, kau harus tau apa yang sebenarnya kau tuju.
Jangan sampai kakimu bernanah, sayapmu meretak, tapi kau masih belum tau apa yang kau tuju.
persahabatan itu punya tanggung jawab moral yang tak tampak.
Malah terkadang ada orang yang gak tau keberadaan tanggung jawab itu.
Persahabatan itu, bagiku, gak dilihat dari banyaknya waktu yang dihabiskan bersama. Tapi keberadaan di saat-saat tepatlah yang paling utama. Penciptaan sense of belonging yang kuat.
hal yang kusebut dengan persahabatan.
waktu yang kuhabiskan dengan mereka, orang-orang dalam lingkaran kasih.
saling berbagi luka, tawa, walau kadang lebay dan konyol. Tapi bukankah itu yang membuatnya selalu dinanti.
Hidup yang lurus-lurus aja kadang gak menarik.
mereka yang kupanggil sahabat,
mereka yang mengenalku dan menerima ada ku.
yang mengeluh aku jorok waktu ngupil di tempay umum, tapi tetap mau menggandeng tanganku.
mereka yang tau luka tersembunyi dalam tawa.
mereka yang kuanggap sebagai anugerah Tuhan, orang-orang terkasih.
sahabatku, orang yang tau sikap urakanku di balik gaun yang kukenakan.
mereka yang gak segan mengkomplain tiap hal jelek yang kubuat.
mereka yang membuatku temukan dunia baru.
jadi inget pertemuan di club bahasa inggris yang kuikuti tiap sabtu, waktu itu topik yang dibahas adalah "friendship" alias persahabatan.
Friends would cry together, empathize each other's agony, share happiness and have a lot of fun. In fact, the fun quotient of friendship is what makes the relation lively. Friends would bring a broad smile on our face and wipe all our tears. The moments spent with pals would often bring out a number of funny incidents, which would be cherished for the lifetime.
Friendship is a blessing, and a friend is the channel through whom great emotional, spiritual, and sometimes even physical blessings flow.
#artinya apa dhan ?
cari kamus gih,,
Sahabat, itu istilah kan ?
seperti plasenta jiwaku. Merasakan apa yang kurasakan tanpa bertanya.
Tak perlu merasa sungkan akan masalah yang ada.
karena sahabat, dimana pun, kapanpun, selalu ada,
walau tak kau lihat, tapi dia ada disini, di hatimu.
bertahtakan namanya, bergoreskan tiap kisah yang tercipta.
yang bahkan ribuan berlian tak mampu gantikan.
Sahabat, begitulah, hanya bisa diagungkan saat kita sadar apa maknanya.
mereka yang kupanggil sahabat, orang-orang yang menyertai takdir Tuhan untuk iringi langkahku.
*untuk sahabat-sahabatku,
sahabat hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar