"Dan, mantanku add facebookku," Top said.
"Hah, mantan?"
"Iya, approve nggak ya, hehehe,"
"wah, emang dari dulu nggak temenan?"
"Temenan, tapi dia delete aku, biasalah, cerita pisahan gitu,"
"Oh, ya diapprove aja, nggak masalah toh,"
"hehe, iya, kangen juga,"
----kemudian hening ----
Jadi inget kamu...
Kalau ngomongin perkara mantan, bingung juga kudu mulai dari mana.
Sebenarnya nggak asik sih ngomongin masa lalu.
Berasa nggak move on aja.
Well,
bicara tentang kangen mantan,
kok kayaknya kelu ya di lidah.
Mungkin karena nama itu udah nggak perlu lagi muncul.
Kabarnya pun udah nggak terlalu penting lagi.
Iya, begitulah nasib mantan,
Kadang terlupakan, kadang terkenang diingatan.
Yang kedua sih lumayan,
yang pertama ini, nggak enakan.
Sebenarnya, nggak enak juga ngelupain mantan.
Mantan bisa jadi kawan juga, kan?
Ya, seenggaknya, itulah yang kali ini terjadi antara kita, kawan.
Well, let me call you kawan deh, karena nama mantan, rasanya nggak nyaman.
Sudah jarang sekali berbincang,
tentangmu, tentangku, atau tentang seseorang.
Yang dijari manisnya ada cincin pemberianmu melingkar.
Minggu lalu kau bilang, kalian sedang bertengkar.
Hey, kenapa kau berkisah?
ah, bagiku tak ada gunanya.
Kau siapa?
Sebutlah mantan.
Aku paling jengah tentang ceritamu di masa lalu.
Saat kita, masih antara kau dan aku.
Rasanya bosan dengan cerita lamamu itu.
Ingatanku kembali pada lagumu.
Lagu lama, cerita lama, tak kunjung berlalu.
Kau sudah seperti guru sejarah.
Bercerita tentang sejarah,
mementingkan sejarah.
Ah, lama-lama jadi gerah.
Hey, kenapa aku mulai marah?
Tak adalah gunanya.
Bagaimana persiapan pernikahanmu, mantan?
Sepertinya aku tak bisa hadir sebagai permintaanmu.
Maafkan.
Ada beberapa kerjaan masa depan yang harus kukerjakan.
Maafkan.
Hey, kenapa aku minta maaf?
Kau ingat saja tidak, kan.
Ah, sudahlah.
di atas aku lihat awan,
dalam geraknya, aku mengingatmu. Mantan.
-----Kemudian lagu Facebook dari Gigi pun bergema ke seisi ruangan----
Memberi sedikit kenangan tentangmu, mantan.
Selamat Datang,, Sudahkah Anda Bersyukur Hari Ini ?
Selamat Datang,, Sudahkah Anda Bersyukur Hari Ini ?
Selasa, 29 Oktober 2013
I Wish I Was Cyclops
Do you ever get so angry, then you want to kill someone?
Parnah nggak kamu begitu marah, sampai ingin membunuh seseorang?
Pernah nggak kamu begitu jengah dengan seseorang, sampai akhirnya kau berharap akan ada truk yang mendadak menabraknya hingga berkeping?
Aku pernah!
Baru saja.
Sungguh, aku sedang marah, baru saja.
Andai saja aku bisa membunuh dia.
Ah, aku mulai benci mereka.
Tutur katanya yang tak pantas.
Siapa mereka?
Nobody! mereka bukan siapa-siapa.
Hanya manusia yang gila hormat dipenuhi moodynya.
Gila saja jika aku ikutan gila.
Apa bedanya?
Ah, andai saja aku ini Cyclops dari X-Men.
Sudah kulaser dia.
Kuleburkan tubuhnya menjadi partikel kecil tak berbentuk.
Lenyapkan nyawanya.
Andai saja mataku bisa seperti Cyclops.
Dia akan mati begitu selesai bicara.
Dia akan membatu, kaku, ah, aku suka begitu.
Dia mati, setelah bicara yang tak penting, setelah kalimatnya penuh dengan moody yang dia miliki.
what kind of leader yang selalu membawakan mood seperti itu?
Mati sajalah.
Kalau tidak mau, aku bisa minta Cyclops untuk melasermu.
Atau Logan untuk menusukmu dengan jari-jarinya.
Mudah, kau tinggal minta.
Mau mati dengan cara apa.
Bilang saja.
Hei.
dia kira dia siapa?
hanya manusia tanpa kharisma.
Oh, atau aku yang buta tak bisa melihatnya.
Mungkin saja.
Mata Cyclops ku tak mampu memandangnya.
jika kulihat, dia akan musnah.
ah, masa bodoh dengannya.
Mati sajalah dia.
I wish I was Cyclops.
Dengan mataku, kubunuh kau.
Parnah nggak kamu begitu marah, sampai ingin membunuh seseorang?
Pernah nggak kamu begitu jengah dengan seseorang, sampai akhirnya kau berharap akan ada truk yang mendadak menabraknya hingga berkeping?
Aku pernah!
Baru saja.
Sungguh, aku sedang marah, baru saja.
Andai saja aku bisa membunuh dia.
Ah, aku mulai benci mereka.
Tutur katanya yang tak pantas.
Siapa mereka?
Nobody! mereka bukan siapa-siapa.
Hanya manusia yang gila hormat dipenuhi moodynya.
Gila saja jika aku ikutan gila.
Apa bedanya?
Ah, andai saja aku ini Cyclops dari X-Men.
Sudah kulaser dia.
Kuleburkan tubuhnya menjadi partikel kecil tak berbentuk.
Lenyapkan nyawanya.
Andai saja mataku bisa seperti Cyclops.
Dia akan mati begitu selesai bicara.
Dia akan membatu, kaku, ah, aku suka begitu.
Dia mati, setelah bicara yang tak penting, setelah kalimatnya penuh dengan moody yang dia miliki.
what kind of leader yang selalu membawakan mood seperti itu?
Mati sajalah.
Kalau tidak mau, aku bisa minta Cyclops untuk melasermu.
Atau Logan untuk menusukmu dengan jari-jarinya.
Mudah, kau tinggal minta.
Mau mati dengan cara apa.
Bilang saja.
Hei.
dia kira dia siapa?
hanya manusia tanpa kharisma.
Oh, atau aku yang buta tak bisa melihatnya.
Mungkin saja.
Mata Cyclops ku tak mampu memandangnya.
jika kulihat, dia akan musnah.
ah, masa bodoh dengannya.
Mati sajalah dia.
I wish I was Cyclops.
Dengan mataku, kubunuh kau.
Kamis, 24 Oktober 2013
I call him abang
Abang, begitulah aku memanggil sosok yang baru kukenal beberapa bulan lalu.
Orang yang baru kukenal, tepat saat aku menginjakkan kaki di tempat kerja ini.
Dia lugu, raut mukanya begitu serius.
Tapi cobalah untuk mengobrol dengannya, parutmu harus siap diaduk.
Aku memanggilnya abang, saat yang lain memanggilnya dengan nama ras.
Call me rasis, tapi aku memang nggak terbiasa menamai orang dengan rasnya.
Menurutku itu terlalu mainstream, dan kadang, aku benci hal-hal yang begitu.
Abang! begitulah tiap kali kami mulai berbincang, panjang, tentang banyak hal.
Dia memanggilku Dek, iya, adek.
Aku suka panggilan itu, berasa seperti di rumah.
Tempat yang selalu kurindukan untuk ada disana.
Dan aku suka caranya memanggilku, ntahlah, tak tau bagaimana, aku hanya suka. itu saja.
Berbincang topik aneh, tentang betapa tampannya dia, dan betapa butanya aku menggodanya.
Tertawa, itu yang selalu dia hasilkan dalam perbincangan berdua.
Aku suka, ini membuatku betah.
Hal yang mulai sulit kurasakan disini.
Abang ini bukan seperti abang biasanya.
Dia hanya orang asing yang menjelma begitu ramah, dan seperti kawan lama.
Ah, andai kalian melihat percakapan kami, absurd dan tak biasa.
Percakapan yang selalu kutunggu tiap paginya.
Pernah aku berpikir, mungkin aku sedang jatuh cinta.
Tapi itu hanya sebuah pikiran gila.
Mana mungkin bisa, jatuh cinta dengan Abang?
Ah, yang benar saja. Tidak mungkin lah
Dia adalah kawan yang seru, lucu.
Diluarnya, dia mungkin lugu, tapi ya kalian nggak akan tau.
Lisannya menarik, aku seperti sedang berbincang dengan orang di kampungku,
walaupun wajahnya jelas beda.
Si abang, aku tidak terlalu mengenalnya,
waktu dengan hitungan bulan tak akan cukup untuk mengenali seseorang.
Akupun tak harap lebih, kami bisa berbincang,
dan membuatku betah di tempat ini saja sudah bagus nampaknya.
Abang,
tidak boleh dan jangan merasakan jatuh cinta padanya.
Tidak pantas rasanya.
Karena Abang, dia sudah berkeluarga.
Orang yang baru kukenal, tepat saat aku menginjakkan kaki di tempat kerja ini.
Dia lugu, raut mukanya begitu serius.
Tapi cobalah untuk mengobrol dengannya, parutmu harus siap diaduk.
Aku memanggilnya abang, saat yang lain memanggilnya dengan nama ras.
Call me rasis, tapi aku memang nggak terbiasa menamai orang dengan rasnya.
Menurutku itu terlalu mainstream, dan kadang, aku benci hal-hal yang begitu.
Abang! begitulah tiap kali kami mulai berbincang, panjang, tentang banyak hal.
Dia memanggilku Dek, iya, adek.
Aku suka panggilan itu, berasa seperti di rumah.
Tempat yang selalu kurindukan untuk ada disana.
Dan aku suka caranya memanggilku, ntahlah, tak tau bagaimana, aku hanya suka. itu saja.
Berbincang topik aneh, tentang betapa tampannya dia, dan betapa butanya aku menggodanya.
Tertawa, itu yang selalu dia hasilkan dalam perbincangan berdua.
Aku suka, ini membuatku betah.
Hal yang mulai sulit kurasakan disini.
Abang ini bukan seperti abang biasanya.
Dia hanya orang asing yang menjelma begitu ramah, dan seperti kawan lama.
Ah, andai kalian melihat percakapan kami, absurd dan tak biasa.
Percakapan yang selalu kutunggu tiap paginya.
Pernah aku berpikir, mungkin aku sedang jatuh cinta.
Tapi itu hanya sebuah pikiran gila.
Mana mungkin bisa, jatuh cinta dengan Abang?
Ah, yang benar saja. Tidak mungkin lah
Dia adalah kawan yang seru, lucu.
Diluarnya, dia mungkin lugu, tapi ya kalian nggak akan tau.
Lisannya menarik, aku seperti sedang berbincang dengan orang di kampungku,
walaupun wajahnya jelas beda.
Si abang, aku tidak terlalu mengenalnya,
waktu dengan hitungan bulan tak akan cukup untuk mengenali seseorang.
Akupun tak harap lebih, kami bisa berbincang,
dan membuatku betah di tempat ini saja sudah bagus nampaknya.
Abang,
tidak boleh dan jangan merasakan jatuh cinta padanya.
Tidak pantas rasanya.
Karena Abang, dia sudah berkeluarga.
Senin, 07 Oktober 2013
mimpi sendiri
Apa kau pernah terduduk tenang di bawah kaki langit, sendiri?
Kemudian kau bunyikan suara petikan gitar yang syahdu namun menyakitkan.
Lalu kau tutup mata, seolah itu hanyalah imajimu semata.
Setelahnya kau pun terasa terbang, bersama musik, kepada langit, tinggi.
Hanya ingin bebas, hanya itu yang aku mau, kali ini, di hari ini.
Aku ingin menatap langit tanpa takut segera buta.
Merasakan birunya langit, mengecap aroma udara, panas.
Lalu teriak, tapi air mata malah turun, deras.
Ah, sudahlah, aku ingin terjun dari tempat tinggi.
Merasakan tiap desakan kekuatan yang keluar.
Lalu hancur, luluh bersama tanah.
Tak ada yang tau selanjutnya, hanyalah bau, mematikan penciumanmu.
Dan roh ini kemudian melayang bersama bintang.
Tak lagi terdengar musik indah dan hirupan nafas tenang.
Semua sudah hilang.
Bersama mimpi, mimpi sendiri.
Kemudian kau bunyikan suara petikan gitar yang syahdu namun menyakitkan.
Lalu kau tutup mata, seolah itu hanyalah imajimu semata.
Setelahnya kau pun terasa terbang, bersama musik, kepada langit, tinggi.
Hanya ingin bebas, hanya itu yang aku mau, kali ini, di hari ini.
Aku ingin menatap langit tanpa takut segera buta.
Merasakan birunya langit, mengecap aroma udara, panas.
Lalu teriak, tapi air mata malah turun, deras.
Ah, sudahlah, aku ingin terjun dari tempat tinggi.
Merasakan tiap desakan kekuatan yang keluar.
Lalu hancur, luluh bersama tanah.
Tak ada yang tau selanjutnya, hanyalah bau, mematikan penciumanmu.
Dan roh ini kemudian melayang bersama bintang.
Tak lagi terdengar musik indah dan hirupan nafas tenang.
Semua sudah hilang.
Bersama mimpi, mimpi sendiri.
Minggu, 06 Oktober 2013
Selingkuh denganmu, aku mau
Pekan ini, wajahmu tak lagi kutemui.
Kerjamu, kerjaku, berpadu dalam satu.
Kita sudah sama-sama tahu, sibuk.
Kadang sangking sibuknya, bisa bikin mabuk.
Pekan lalu, parasmu lelah bertemu.
Dalam pelukmu, rinduku pun luruh.
Menggeliat manja, mesra kita berdua.
Senja rasanya lebih indah.
Secangkir teh hangat kau pinta.
Hangatnya tak melebihi dekapanku, katamu.
Kasihmu selalu berpagut, dengan kangen yang kian menggunung.
Bersama peluh lelahmu hari itu, kita bisa tertawa, lepas.
Berbagai cerita, telah kita gelar bersama.
Ukiran canda, yang kita suka.
Tapi tetap tak lama.
Kaupun harus kembali, pada kekasihmu, disana.
Ah, andai saja, cinta itu kamu.
Mungkin aku akan menyerahkan seluruh cinta itu, hanya padamu.
Sekedar berandai-andai.
Kau, temanku yang selalu seperti pecintaku.
Pekan depan, semoga wajah kita bisa bertemu.
Bersama geliat gelisah manja.
Habiskan petang bersama.
Saat kekasihmu tak ada.
Ketika itu, selingkuh denganmu, pun aku mau
Kerjamu, kerjaku, berpadu dalam satu.
Kita sudah sama-sama tahu, sibuk.
Kadang sangking sibuknya, bisa bikin mabuk.
Pekan lalu, parasmu lelah bertemu.
Dalam pelukmu, rinduku pun luruh.
Menggeliat manja, mesra kita berdua.
Senja rasanya lebih indah.
Secangkir teh hangat kau pinta.
Hangatnya tak melebihi dekapanku, katamu.
Kasihmu selalu berpagut, dengan kangen yang kian menggunung.
Bersama peluh lelahmu hari itu, kita bisa tertawa, lepas.
Berbagai cerita, telah kita gelar bersama.
Ukiran canda, yang kita suka.
Tapi tetap tak lama.
Kaupun harus kembali, pada kekasihmu, disana.
Ah, andai saja, cinta itu kamu.
Mungkin aku akan menyerahkan seluruh cinta itu, hanya padamu.
Sekedar berandai-andai.
Kau, temanku yang selalu seperti pecintaku.
Pekan depan, semoga wajah kita bisa bertemu.
Bersama geliat gelisah manja.
Habiskan petang bersama.
Saat kekasihmu tak ada.
Ketika itu, selingkuh denganmu, pun aku mau
Langganan:
Postingan (Atom)