Semua berawal dari tawa.
Tak menggelegar,
bukan juga dengan teriakan laksana panggung sandiwara terkenal.
Tawa yang tak biasa, terasa tak terpaksa.
Lelucon akan film tentang cinta waktu itu.
Perempuan buruk rupa yang mencintai lelaki tampan, kakak kelasnya.
Dia katakan perempuan itu mirip aku, jika dengan kaca mata tebalnya.
Tawa itu kembali ada saat cerita mulai terjala setelahnya.
Kau tau berapa banyak nyawa shutter dalam kamera ini yang kuhabiskan untukmu?
aku lupa menghitungnya.
Lebih tepatnya, aku tidak berniat menghitungnya.
Jika nanti harus kembali terbayang jalan yang pernah kita lihat, beda ujungnya.
Semua berawal dari tawa.
Simpul yang kau ciptakan dan aku ingin menyimpannya terus.
Wajah bahagia tanpa beban, yang dulu aku rindukan.
sosok ceria tanpa duka, kau kembalikan itu lagi, jika kau tau.
Aku tau aku perlu.
Perlu menyatakan semuanya.
Aku membutuhkanmu, lebih dari sekedar ingin.
Bukan menjadi bayangan dalam langkah yang kau jalani.
Aku mencintai cara ini, sebuah awal dari hati yang tersembuhkan.
maka kubiarkan ini adanya.
Biar tawa ini selalu ada, simpul senyum karena ulahmu.
Sebuah awal, karenamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar