Segelas teh sore ini.
Agak pahit, pekat, dan hangat.
Seperti hati dan segala rasa yang sulit terucapkan.
Seperti masa lalu yang terasa sesak untuk diulang.
Aku masih mencintai teh, walaupun mulai begitu akrab dengan capuchino dan kopi.
Kadang terbersit di pikiran untuk mencicipi bagaimana rasanya bir dan anggur.
Banyak yang bilang mereka itu istimewa.
Lalu beralih sedikit ke vodka dan mariyuana.
Katanya mereka itu mahal, dan hanya orang tertentu yang bisa mengecap rasanya.
Tapi aku masih setia pada teh.
Teh berwarna senja, dan ketenangan yang menyertainya.
Segelas teh selepas penat dan kaki yang mulai lelah.
Mengharu bersama peluh.
Kemudian luluh dan hilang.
Aku masih mencintai teh, sesering apapun aku menenggak kopi.
Aku masih mendambakan kehangatan teh, sebanyak apapun air yang kuteguk kala itu.
Seperti aku yang masih melihat ke arahmu, tak peduli seberapa banyak lelaku kutemui dalam hidupku.
Seperti aku yang masih saja menunggu kemunculanmu, tak peduli seberapa sering orang lain hadir dan berada di sisi.
Kau, aku tak mau menyamakanmu seperti segelas teh.
Aku tau kau lebih menyukai kopi.
Tapi ketenangan yang kau bawa bersamamu, menemuiku, seperti segelas teh yang kuseduh saat senja mulai menyapa.
Hangat, tetap, dan kau membuatku candu.
Kau seperti segelas teh mengiring senjaku.
Menenangkan segala ketenangan.
Dan yang kutau, selalu ada.
Aku hanya perlu menyeduh, memastikan kau tersedia.
Maka kau akan selalu ada, di sampingku.
Dalam genggamanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar